Kamis, 26 April 2012

PBB DAFTARKAN PERMOHONAN JUDICIAL REVIEW UU PEMILU KE MK




Bulan-Bintang—Partai Bulan Bintang secara resmi bersama partai-partai non parlemen mendaftarkan permohonan judicial review terhadap UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. MS.Kaban Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang bersama pakar hukum tatanegara Yusril Ihza Mahendra yang juga Ketua Dewan Syuro DPP PBB tiba di gedung MK Kamis siang (19/4) bersama Pimpinan dan ratusan para kader parpol yang merasa dirugikan hak politiknya oleh UU Pemilu yang baru ditetapkan DPR.
Yusril Ihza Mahendra yang ditunjuk sebagai kuasa hukum  mewakili Partai Bulan Bintang dan partai non parlemen lainnya mengatakan bahwa Pasal 8 Ayat 1 dan Pasal 208 Undang-Undang Pemilu bertentangan dengan konstitusi. “Kita berharap Mahkamah Konstitusi sebagai benteng terakhir penjaga konstitusi membatalkan kedua pasal itu.Kami yakin bahwa dua pasal itu bertentangan dengan konstitusi dan menjadi kewenangan MK untuk membatalkan atau untuk menafsirkan pasal tersebut,” tegas Yusril

Didalam Pasal 8 ayat 1 UU Pemilu ditegaskan bahwa  parpol baru dan parpol yang tidak lolos PT  pada pemilu sebelumnya diwajibkan mengikuti tahap verifikasi parpol sebelum ikut Pemilu. Namun, bagi parpol yang memiliki wakil di DPR tidak perlu ikut verifikasi pada pemilu selanjutnya. Pasal ini menurut PBB dan parpol non parlemen sangat diskriminatif dan melanggar konstitusi.
Menurut Yusril, seharusnya DPR tidak mencantumkan pasal tentang pengaturan verifikasi Parpol  ke dalam UU Pemilu. “Pengaturan masalah verifikasi sudah pernah diatur dalam  UU Parpol dan telah di uji materikan dan sudah dibatalkan oleh MK, karena itu kami menolak verifikasi parpol. Seharusnya ketika parpol sudah resmi berdiri semestinya Kemenkum HAM sudah melakukan verifikasi terlebih dahulu. Kemudian diputuskan dalam SK Menkum HAM yang berisi pengakuan bahwa parpol tersebut sudah berbadan hukum,” jelas Yusril
Sedangkan mengenai  Pasal 208 yang mengatur Parliamentary Threshold (PT) atau ambang batas parlemen  menurut Yusril juga sudah pernah diatur dalam UU Pemilu 2009. Pernah diuji juga oleh MK, namun waktu itu permohonannya ditolak. “Tapi ketika itu PT tidak berlaku nasional, sedangkan dalam UU Pemilu sekarang PT berlaku nasional. Pengaturan PT secara nasional ini membawa implikasi lain, bisa saja satu parpol tidak mencapai 3,5 persen di DPR pusat tapi di satu kabupaten kota dia mencapai 70 persen, apakah kemudian  wakil yang dicalonkan parpol yang mendapat suara 70 persen itu tidak bisa dilantik? Kalau tidak dilantik lantas apa mereka digantikan oleh orang lain yang sebenarnya tidak terpilih oleh rakyat?” lanjut Yusril.
Menurut Yusril pasal 8 dan pasal 208 UU Pemilu itu bertentangan dengan UUD 1945, khususnya dengan Pasal 1 ayat 3 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Kemudian bertentangan juga dengan Pasal 28 d yang menyangkut kepastian hukum dan rasa keadilan” kata Yuril yang pernah duduk sebagai Badan Pekerja MPR dalam amandemen UUD 1945. (sam-pbb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar