Bulan-Bintang—Partai Bulan Bintang
secara resmi bersama partai-partai non parlemen mendaftarkan permohonan
judicial review terhadap UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. MS.Kaban
Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang bersama pakar hukum tatanegara
Yusril Ihza Mahendra yang juga Ketua Dewan Syuro DPP PBB tiba di gedung
MK Kamis siang (19/4) bersama Pimpinan dan ratusan para kader parpol
yang merasa dirugikan hak politiknya oleh UU Pemilu yang baru ditetapkan
DPR.
Yusril Ihza Mahendra yang ditunjuk sebagai kuasa hukum mewakili Partai
Bulan Bintang dan partai non parlemen lainnya mengatakan bahwa Pasal 8
Ayat 1 dan Pasal 208 Undang-Undang Pemilu bertentangan dengan
konstitusi. “Kita berharap Mahkamah Konstitusi sebagai benteng terakhir
penjaga konstitusi membatalkan kedua pasal itu.Kami yakin bahwa dua
pasal itu bertentangan dengan konstitusi dan menjadi kewenangan MK untuk
membatalkan atau untuk menafsirkan pasal tersebut,” tegas Yusril
Didalam Pasal 8 ayat 1 UU Pemilu ditegaskan bahwa parpol baru dan
parpol yang tidak lolos PT pada pemilu sebelumnya diwajibkan mengikuti
tahap verifikasi parpol sebelum ikut Pemilu. Namun, bagi parpol yang
memiliki wakil di DPR tidak perlu ikut verifikasi pada pemilu
selanjutnya. Pasal ini menurut PBB dan parpol non parlemen sangat
diskriminatif dan melanggar konstitusi.
Menurut Yusril, seharusnya DPR tidak mencantumkan pasal tentang
pengaturan verifikasi Parpol ke dalam UU Pemilu. “Pengaturan masalah
verifikasi sudah pernah diatur dalam UU Parpol dan telah di uji
materikan dan sudah dibatalkan oleh MK, karena itu kami menolak
verifikasi parpol. Seharusnya ketika parpol sudah resmi berdiri
semestinya Kemenkum HAM sudah melakukan verifikasi terlebih dahulu.
Kemudian diputuskan dalam SK Menkum HAM yang berisi pengakuan bahwa
parpol tersebut sudah berbadan hukum,” jelas Yusril
Sedangkan mengenai Pasal 208 yang mengatur Parliamentary Threshold
(PT) atau ambang batas parlemen menurut Yusril juga sudah pernah diatur
dalam UU Pemilu 2009. Pernah diuji juga oleh MK, namun waktu itu
permohonannya ditolak. “Tapi ketika itu PT tidak berlaku nasional,
sedangkan dalam UU Pemilu sekarang PT berlaku nasional. Pengaturan PT
secara nasional ini membawa implikasi lain, bisa saja satu parpol tidak
mencapai 3,5 persen di DPR pusat tapi di satu kabupaten kota dia
mencapai 70 persen, apakah kemudian wakil yang dicalonkan parpol yang
mendapat suara 70 persen itu tidak bisa dilantik? Kalau tidak dilantik
lantas apa mereka digantikan oleh orang lain yang sebenarnya tidak
terpilih oleh rakyat?” lanjut Yusril.
Menurut Yusril pasal 8 dan pasal 208 UU Pemilu itu bertentangan
dengan UUD 1945, khususnya dengan Pasal 1 ayat 3 yang menegaskan bahwa
Indonesia adalah negara hukum. Kemudian bertentangan juga dengan Pasal
28 d yang menyangkut kepastian hukum dan rasa keadilan” kata Yuril yang
pernah duduk sebagai Badan Pekerja MPR dalam amandemen UUD 1945.
(sam-pbb)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar